1. Bung Karno
Seperti dikisahkan oleh Mangil Martowidjojo, mantan Komandan Detasemen Kawal Pribadi, dalam buku Kesaksian tentang Bung Karno 1945-1967, Sang Proklamator sering menyamar sebagai rakyat biasa.
Saat di Yogyakarta, Bung Karno dan Ibu Fatmawati terkadang jalan-jalan keluar masuk desa. Dari Istana Gedung Agung mereka naik mobil lantas di desa atau sawah, mobil diparkir di pinggir jalan dan ditunggu oleh sopir pribadi. Saat berjalan kaki masuk keluar kampung dan meninjau persawahan, Bung Karno dan Ibu Fatmawati dikawal seorang polisi pengawal.
Ketika sedang berjalan kaki dan melihat ada cacing merayap di tengah jalan, BK memerintahkan pengawalnya untuk memasukkan cacing itu ke sawah. Ada anggota polisi pengawal merasa jijik memegang cacing, dengan cepat BK memegang cacing kepanasan itu dan memasukkannya ke sawah.
Bung Karno juga sering berbincang dengan rakyat jelata, di kampung maupun di tengah sawah. Rakyat yang dia ajak ngobrol kelihatan gembira.
Keluar dari istana secara incognito sering dilakukan. Suatu hari Bung Karno berkata pada Mangil, “Yo, Mangil. Bapak ingin keluar sebentar. Bapak ingin melihat umpyeke wong golek pangan di Jakarta (Bapak ingin melihat kesibukan orang mencari rejeki di Jakarta).”
Bung Karno bisa pergi ke daerah Senen, jalan mendekati gerbong kereta api yang ditempati orang-orang yang tidak punya tempat tinggal. Dia bercakap-cakap dengan para gelandangan itu. Ada seorang perempuan yang berkata keras, “Lo, itu ‘kan suara Bapak! Itu Bapak, ya?” Karuan saja, sekitar tempat itu penuh dengan orang. Mangil langsung membawa Bung Karno pergi.
2. Sri Sultan Hamengku Buwono IX
Sultan Hamengku Buwono IX terkenal merakyat. Banyak kisah menarik yang terjadi antara Sultan dan masyarakat Yogyakarta. Sultan bahkan membuat seorang wanita pedagang beras pingsan.
Hal ini pernah disaksikan langsung oleh SK Trimurti, istri dari Sayuti Melik, pengetik naskah proklamasi. Dalam buku 'Takhta Untuk Rakyat' wanita yang merupakan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia itu menceritakan bagaimana dirinya mengalami langsung sikap ringan tangan Sultan.
Kejadiannya berlangsung pada tahun 1946, ketika pemerintah Republik Indonesia pindah ke Jogjakarta. Saat itu, Trimurti dari Jalan Malioboro ke utara menuju ke rumahnya di Jalan Pakuningratan (Utara Tugu). Dia penasaran dengan kerumunan yang ada. Setelah ditanyakan, ternyata ada wanita pedagang yang jatuh pingsan di depan pasar. Ternyata yang membuat warga berkerumun bukan karena wanita yang jatuh pingsan di pasar, melainkan penyebab wanita itu jatuh pingsan.
Ceritanya berawal ketika wanita pedagang beras ini memberhentikan jip untuk menumpang ke pasar Kranggan.
Setelah sampai di Pasar Kranggan, sang pedagang wanita ini meminta sang sopir untuk menurunkan semua dagangannya. Setelah selesai dan bersiap untuk membayar jasa, dengan halus, sang sopir menolak pemberian itu. Dengan nada emosi, wanita pedagang ini mengatakan kepada sang sopir, apakah uang yang diberikannya kurang. Tetapi tanpa berkata apapun sang sopir berlalu menuju ke arah selatan.
Seusai kejadian itu, seorang polisi datang menghampiri dan bertanya kepada pedagang wanita itu. "Apakah mbakyu tahu, siapa sopir tadi?" tanya polisi.
"Sopir ya sopir. Habis perkara! Saya tidak perlu tahu namanya. Memang sopir satu ini agak aneh." jawab sang wanita dengan nada emosi.
"Kalau mbakyu belum tahu, akan saya kasih tahu. Sopir tadi adalah Sri Sultan Hamengku Buwono IX, raja di Ngayogyakarta ini." jawab sang polisi.
wanita pedagang itu pingsan setelah mengetahui sopir yang dimarahinya karena menolak menerima uang imbalan dan membantunya menaikan dan menurunkan barang dagangan, adalah Sultan Hamengku Buwono IX.
Sultan yang gemar menyetir sendiri ini memang senang memberikan tumpangan. Berkali-kali orang yang mau nunut alias numpang terkejut karena yang ditumpanginya adalah mobil Sultan Yogyakarta sekaligus menteri negara. Sultan sendiri cuek-cuek saja. Dia malah senang bisa membantu masyarakat
3. Pak Harto
Presiden kedua RI Soeharto sering melakukan incognito atau penyamaran. Pak Harto blusukan keliling daerah terpencil untuk melihat hasil-hasil pembangunan.
Biasanya saat melakukan kunjungan tidak resmi tersebut, Soeharto hanya ditemani ajudan, satu atau dua pengawal dan dokter pribadi. Hal ini dikisahkan mantan ajudan Soeharto yang akhirnya menjadi Wapres Jenderal (Purn) Try Soetrisno.
"Pak Harto selalu melakukan incognito. Pak Harto selalu berpesan tidak boleh ada satu pun yang tahu kalau Pak Harto mau melakukan incognito," ujar Try dalam buku Pak Harto, The Untold Stories.
Saat menyamar, Pak Harto selalu membawa makanan sendiri. Makanan itu dimasak oleh Ibu Tien Soeharto. Menunya sederhana sambal teri dan kering tempe. Soeharto selalu makan bersama ajudan dan pengawalnya.
4. Susilo Bambang Yudhoyono
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan keluarga menghabiskan akhir pekan dengan berwisata di Monas. SBY menyamar agar tak dikenali oleh masyarakat. Dia mengajak cucunya Almira Tunggaldewi keliling Monumen Nasional (Monas).
"Jalan-jalan di Monas. Incognito (menyamar) sama cucu beliau," kata Jubir Presiden Julian Aldrin Pasha, Senin (21/10).
SBY mengaku senang mengunjungi Monas secara langsung. SBY sempat menyaksikan beberapa obyek wisata di sekitar Monas. Tapi SBY berharap pengelolaan Monas dibenahi. "Beliau berharap Monas dikelola lebih baik lagi. Kan Monas sudah baik jadi lebih baik lagi," kata Julian.
Dalam foto yang diterima merdeka.com dari Biro Pers dan Media Istana Kepresienan, tampak Presiden SBY, Ibu Ani Yudhoyono, Aira, Agus Harimurti Yudhoyono beserta istri dan anaknya, Aira tampak berjalan kaki. Ibas dan istrinya juga tampak hadir. Semuanya menggunakan kacamata hitam biar tak dikenali warga.
5. Jusuf Kalla
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pernah membikin repot Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres). Suatu hari di akhir pekan, JK yang waktu itu masih menjadi wakil presiden rupanya ingin jalan-jalan pagi di Taman Suropati.
Taman itu tidak jauh dari rumah dinas Wapres di Jalan Diponegoro Jakarta Pusat. Letaknya hanya beberapa meter. JK waktu itu ingin mengajak cucunya jalan-jalan pagi hari.
Untuk menghindari Paspampres, JK tidak lewat depan rumah. Tentu saja, depan rumah dinasnya ada penjagaan ketat dari Paspampres. JK memilih keluar lewat pintu samping rumah bersama cucunya.
JK akhirnya 'lolos' dari pengawasan Paspampres. Dia kemudian berjalan ke Taman Suropati. Di taman saat itu, sedang ramai ada acara pagi. Ya, sebuah stasiun televisi swasta sedang mengadakan acara hiburan di sana.
Sekilas tidak banyak mengenal JK. Beberapa orang berpapasan dengan JK juga tidak menegur. Penyamaran JK baru ketahuan saat sedang duduk dengan seorang bapak yang sedang membaca koran.
"Sedang baca koran Pak," tanya JK. Saat itu seorang bapak yang ditanya langsung menengok. Bapak itu kaget bukan kepalang, ternyata orang menyapanya adalah seorang wakil presiden.
Suasana di sana langsung heboh. Kamera televisi pun langsung menyorot JK. Sementara masyarakat yang berada di Taman Suropati langsung mengerumuni JK.
Suasana heboh ini langsung terdengar oleh Paspampres. Pasukan khusus ini langsung berlari menuju Taman Suropati untuk kembali mengawal JK. Karena demi keamanan, JK akhirnya kembali lagi ke rumah dinasnya.